Seiring
kemajuan negara kita di berbagai bidang, sektor industri pun ikut berkembang
dengan pesat. Adanya aktivitas industri yang semakin beragam, mengakibatkan
peningkatan limbah baik secara kualitas maupun kuantitatif. Limbah yang
dihasilkan makin kompleks dan makin menumpuk. Akibatnya, biaya investasi yang
dibutuhkan untuk pengadaaan sarana peleburan limbah meningkat dan lahan yang
dibutuhkan guna menampung limbah tersebut semakin bertambah. Biaya penanganan
limbah merupakan kendala bagi pihak industri, disamping terbatasnya penyediaan
lahan di daerah perkotaan. Salah satu bidang industri yang saat ini makin maju
perkembangannya adalah industri peleburan baja. Dengan meningkatnya pertumbuhan
industri peleburan baja maka makin meningkat pula limbah yang dihasilkan oleh
industri tersebut. Limbah yang dihasilkan industripeleburan baja tersebut salah
satunya berupa limbah slag yang secara fisik menyerupai agregat kasar. Apabila
limbah slag yang dihasilkan tidak dikelola dengan baik, dapat menimbulkan
masalah lingkungan. Hal ini tentu tidak diharapkan, baik oleh perusahaan maupun
oleh masyarakat umum.Oleh karena itu limbah slag tersebut perlu ditangani dengan
tepat. Limbah bijih besi untuk bahan baku baja (slag) tetap dinyatakan sebagai
bahan beracun dan berbahaya (B3) sesuai dengan Undang-Undang mengenai
Lingkungan Hidup yang berlaku di Indonesia. Hal itu dinyatakan Dirjen Industri
Logam Mesin Tekstil dan Aneka(ILMTA) Deperin Anshari Bukhari di Jakarta, Senin,
menanggapi soal slag yang digugat kalangan industri besi baja karena dinyatakan
B3. Diakuinya bahwa di dunia internasional, melalui Konvensi Bassel, slag tidak
dianggap sebagai B3, namun undang-undang mengenai lingkungan hidup di Indonesia
menyatakan slag sebagai B3. "Dalam ketentuan Konvensi Bassel, kalau suatu
negara sudah menyebutkan itu (slag) B3 maka itu (slag) bisa B3," katanya.
Oleh karena itu, di Indonesia slag tetap dianggap B3. Ia juga menegaskan
pemerintah tidak akan mengubah UU Lingkungan Hidup tersebut. "Slag itu
bukan sesuatu yang tidak bisa ditangani. Pencemarannya tidak besar. Intinya
bagaimana slag di-`reuse` (bisa dipakai kembali) dan `recycle` (daur ulang),
bukan dicabut undang-undangnya," ujar Anshari Untuk itu, kata dia, Deperin
akan memfasilitasi agar limbah besi baja itu bisa diangkut dan dimanfaatkan
oleh industri lain yang membutuhkan sebagai bahan baku, yaitu industri semen.
"Kita sedang mendorong keduanya (industri besi baja dan industri semen)
saling bekerjasama," katanya. Hal itu penting untuk mengurangi dampak
negatif pencemaran limbah B3. Slag baja merupakan limbah dari hasil peleburan
baja yang bila digiling (grinding) dapat menjadi bahan baku industri semen. Kantor
Kementerian lingkungan Hidup sendiri telah membuat peraturan mengenai ijin
penyimpanan, pengangkutan, dan pemanfaatan limbah yang dikategorikan B3.(*)
http://www.antaranews.com/berita/35686/limbah-besi-baja-tetap-dinyatakan-bahan-beracun-dan-berbahaya
0 komentar:
Posting Komentar