Kamis, 29 Januari 2015

PENGARUH INDUSTRI PELEBURAN BAJA TERHADAP LINGKUNGAN




Seiring kemajuan negara kita di berbagai bidang, sektor industri pun ikut berkembang dengan pesat. Adanya aktivitas industri yang semakin beragam, mengakibatkan peningkatan limbah baik secara kualitas maupun kuantitatif. Limbah yang dihasilkan makin kompleks dan makin menumpuk. Akibatnya, biaya investasi yang dibutuhkan untuk pengadaaan sarana peleburan limbah meningkat dan lahan yang dibutuhkan guna menampung limbah tersebut semakin bertambah. Biaya penanganan limbah merupakan kendala bagi pihak industri, disamping terbatasnya penyediaan lahan di daerah perkotaan. Salah satu bidang industri yang saat ini makin maju perkembangannya adalah industri peleburan baja. Dengan meningkatnya pertumbuhan industri peleburan baja maka makin meningkat pula limbah yang dihasilkan oleh industri tersebut. Limbah yang dihasilkan industripeleburan baja tersebut salah satunya berupa limbah slag yang secara fisik menyerupai agregat kasar. Apabila limbah slag yang dihasilkan tidak dikelola dengan baik, dapat menimbulkan masalah lingkungan. Hal ini tentu tidak diharapkan, baik oleh perusahaan maupun oleh masyarakat umum.Oleh karena itu limbah slag tersebut perlu ditangani dengan tepat. Limbah bijih besi untuk bahan baku baja (slag) tetap dinyatakan sebagai bahan beracun dan berbahaya (B3) sesuai dengan Undang-Undang mengenai Lingkungan Hidup yang berlaku di Indonesia. Hal itu dinyatakan Dirjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka(ILMTA) Deperin Anshari Bukhari di Jakarta, Senin, menanggapi soal slag yang digugat kalangan industri besi baja karena dinyatakan B3. Diakuinya bahwa di dunia internasional, melalui Konvensi Bassel, slag tidak dianggap sebagai B3, namun undang-undang mengenai lingkungan hidup di Indonesia menyatakan slag sebagai B3. "Dalam ketentuan Konvensi Bassel, kalau suatu negara sudah menyebutkan itu (slag) B3 maka itu (slag) bisa B3," katanya. Oleh karena itu, di Indonesia slag tetap dianggap B3. Ia juga menegaskan pemerintah tidak akan mengubah UU Lingkungan Hidup tersebut. "Slag itu bukan sesuatu yang tidak bisa ditangani. Pencemarannya tidak besar. Intinya bagaimana slag di-`reuse` (bisa dipakai kembali) dan `recycle` (daur ulang), bukan dicabut undang-undangnya," ujar Anshari Untuk itu, kata dia, Deperin akan memfasilitasi agar limbah besi baja itu bisa diangkut dan dimanfaatkan oleh industri lain yang membutuhkan sebagai bahan baku, yaitu industri semen. "Kita sedang mendorong keduanya (industri besi baja dan industri semen) saling bekerjasama," katanya. Hal itu penting untuk mengurangi dampak negatif pencemaran limbah B3. Slag baja merupakan limbah dari hasil peleburan baja yang bila digiling (grinding) dapat menjadi bahan baku industri semen. Kantor Kementerian lingkungan Hidup sendiri telah membuat peraturan mengenai ijin penyimpanan, pengangkutan, dan pemanfaatan limbah yang dikategorikan B3.(*)

http://www.antaranews.com/berita/35686/limbah-besi-baja-tetap-dinyatakan-bahan-beracun-dan-berbahaya

0 komentar:

Posting Komentar