Jumat, 12 Desember 2014

Industri Pertambangan, Haruskah (Masih) Merusak Lingkungan





Tuhan menciptakan alam ini begitu besar dan kompleks, begitu banyak varietasnya baik itu flora maupun faunanya, juga betapa beraneka ragam ekosistem yang ada di bumi ini. sebuah hal yang harus disyukuri lebih adalah kita, warga Indonesia, tinggal di sebuah tempat yang memiliki tingkat keberagaman wilayah yang sangat tinggi dibandingkan dengan negara-negara lainnya. kita mempunyai hutan hujan tropis yang notabene adalah ekosistem yang sangat penting dimana luas wilayahnya mencapai 126,8 juta Ha dan merupakan negara pemilik hutan ketiga terbesar di dunia, kita juga memiliki 28.000 jenis tumbuhan, 350.000 jenis binatang dan 10.000 mikroba yang hidup secara alami di Indonesia. Jumlah ini, bisa saja terus bertambah setelah dilakukan penelitian oleh para ahli flora dan fauna. Oleh karena itu, Indonesia terkenal sebagai salah satu negara yang mempunyai Megadiversity jenis hayati dan merupakan Megacenter keanekaragaman hayati dunia. Tidak cukup disitu, di dunia kelautan Indonesia adalah surga bagi satwa kelautan karena kita memiliki lebih dari 1000 jenis species ikan laut dan jutaan hektar luas terumbu karangnya.Sebuah karunia yang luar biasa!

Kenyataan alam yang beraneka ragam tak lantas menjadi suatu hal yang cukup pada level pensyukuran tetapi juga menjadi sangat wajar kalau penjagaan  terhadap lingkungan adalah kewajiban bagi penduduk di negri ini. Manusia sebagai seorang khalifah di bumi sejatinya adalah makhluk yang akan senantiasa mampu bersikap bijak untuk mengelola dan menjaga bumi yang dititipkan kepadanya. Pelestarian satwa, penjagaan hutan, pelindungan ekosistem laut adalah tanggung jawab manusia selain tentunya manusia diberikan hak untuk dapat memanfaatkannya.
Sekitar 40 tahun lalu, tepatnya tanggal 5 juni 1972, Masyarakat dunia mulai tersadarkan akan betapa pentingnya menjaga kelestarian dari bumi ini. Melalui konferensi lingkungan Hidup yang dilaksanakan di Stockholm, Swedia, dengan prakarsa PBB, manusia di bumi ini mulai di gugah akan kerusakan alam yang terus terjadi di bumi ini. Oleh karena itu, moment bersejerah konferensi  ini terus diperingati sebagai hari lingkungan hidup se dunia. Lalu pertanyaanya kemudian, apakah peringatan itu hanya dimaknai sebagai moment bersejarah atau hanya dimaknai sebagai ritual tahunan bahwa kita peduli akan lingkungan? Jawabanya pastilah TIDAK. Penjagaan akan kelestarian alam adalah sebuah kegiatan yang harus terus dilakukan tanpa melihat sebuah moment apalagi menunggu sebuah perundang-undangan yang mengatur karena sejatinya menjaga kelestarian alam adalah tanggung jawab dan kewajiban kita bersama.

Berkaca pada alam Indonesia maka kita harus pintar mengelola dan melestarikan alam Indonesia,  Indonesia kini adalah negara yang diamanahi oleh dunia sebagai paru-paru bumi ini hal ini dikarenakan hutan Indonesia yang memiliki luas lebih dari 126 Juta Ha adalah sebuah aset dunia yang mampu menjadi penyeimbang dalam mengatur iklim bumi ini melalui proses fotosintesisnya maupun melalui keseimbangan alam lainnya yakni melalui ekosistem yang terdapat di dalamnya. Selain itu, kekayaaan laut Indonesia adalah harta lain yang tak ternilai yang dimiliki oleh negara ini yang mampu menjadi penyeimbang bagi ekosistem  laut dunia.

Tantangan pengelolaan akan kelestarian alam kemudian muncul ketika kita ketahuia Indonesia adalah surga dari berbagai macam mineral –mineral tambang yang berharga seperti batu bara, tembaga, nikel, besi, perak hingga emas. Mineral ini  tersebar di berbagai wilayah di Indonesia mulai dari  sepanjang hutan sumatera, hutan Kalimantan, pesisir pantai selatan jawa hingga di daerah pedalaman Nusa tenggara, Maluku dan Papua. Menjadi sangat menarik ketika tempat-tempat ini selalu bersinggungan dengan  sebuah kenyataan yang biasanya terjadi dari sebuah tambang yakni kerusakan lingkungan akibat pengelolaan tambang yang tidak bertanggung jawab.
Ada beberapa kasus yang memang diduga tambang adalah biang kerok dari berbagai macam kerusakan alam di Indonesia. Hal ini tak lepas dari pengelolaan tambang yang memang akan bersentuhan langsung dengan ekosistem yang ada. Ambillah contoh kasus tambang batu bara di Indonesia , tambang batubara di Indonesia berada di wilayah seperti Kalimantan dan Sumatera yang notabenenya adalah wilayah yang memiliki hutan yang cukup luas. Menjadi sangat menarik karena aktivitas pertambangan ini  akan selalu bersentuhan dengan perambahan hutan seperti penebangan hutan, sebagai lahan tambang dan pembuangan dari sisa yang dihasilkan atau tailingnya. Kita juga bisa mengambil contoh kerusakan yang ditengarai disebabkab oleh tambang pada beberapa wilayah di Kalimantan. lantas yang menjadi pertanyaaan kemudian adalah apakah itu menjadi sebuah gambaran keseluruhan dari sebuah proses pertambangan? Apakah kerusakan-kerusakan alam tersebut harus selalu terjadi dalam proses pertambangan? Dan apakah pertambangan harus selalu bertentangan dengan alam?

Pertanyaan-pertanyaan tentang tambang dan lingkungan diatas dan banyak perrtanyaan-pertanyaan lain tentang tambang, yang selama ini dinilai akan selalu bertentangan dengan kelestarian alam dan keasrian lingkungan adalah sebuah pertanyaan yang memang didasarkan dari realita yang terjadi bahwa ada sebagian aktivitas pertambangan yang memang akan merusak alam dan memengubah bentang alam. Namun perlu dicermati hal itu tidaklah menggambarkan secara keseluruhan dari proses pengolahan sebuah industry tambang. Dampak-dampak negative dari sebuah pertambangan bisa dihindari dan bisa diminimalisir apabila berbagai peraturan terkait reklamasi dan rehabilitasi lahan, serta prinsip Good Mining Practice dipatuhi oleh perusahaan tambang. Bahkan pada banyak kasus, alam justru kembali lebih baik setelah reklamasi dan rehabilitasi lahan dilakukan perusahaan tambang.

Di ranah regulasi dalam mekanisme menjalankan peraturan pengelolaan lingkungan pada perusahaa-perusahaan tambang, pemerintah memberikan penilaian berupa grade-grade tertentu yang dikenal dengan  istilah proper. Dimana setiap tahunnya perusahaan yang telah baik dalam menjalankan peraturan dinilai dengan grade hijau dan emas sedangkan perusahaan-perusahaan yang masih belum baik diberikan criteria hitam, merah dan biru disesuaikan dengan tingkat keberhasilannya.

Pertambangan & Karakteristik Desa Pertambangan
Pada umumnya jika kita berbicara masalah desa, maka secara tidk langsug kita akan membahas masyrakat  pertanian. Hal ini karena mayoritas masyarakat desa bekerja dalam sector pertanian. Sebagaimana diungkapkan oleh Wibberly dalam Tjondronegoro (1999 : 59) yang mendefinisikan desa sebagai suatu negeri yang memperlihatkan penggunaan tanah yang luas sebagai cirri penentu, baik pada waktu sekarang maupun beberapa waktu yang lampau. Jadi pedesaan merupakan kesatuan wilayah yang diorganisir dengan wewenang otonom untuk mengatur masyarakat dan wilayah yang dibatasi serta menggambarkan penggunaan tanahnya untuk kehidupan pertanian, peternakan dan perikanan.
Selain identik dengan pertanian kita juga bisa melihat desa dari segi masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan dan dikategorikan sebagai masyarakat yang masih hidup dalam suasana dan ara pemikiran pedesaan. Biasanya mereka nekerja, berbicara, berpikir dan melakukan kegiatan apapun selalu mendasarkan diri pada apa-apa yang biasanya berlaku di daerah pedesaan (Siswopangripto dan Sastrosupono, 1984:20).
Pada umumnya desa-desa di Indonesia dikelompokkan menjadi beberapa jenis. Berdasarkan pengertian administrative, kita dapat menjumpai berbagai jenis desa, misalnya bila dilihat dari jenis tofografi ada desa pegunungan, dataran rendah, dataran tinggi dan pantai. Berdasarkan usahanya, ada desa petani sawah menetap, kampung peladang berpindah-pindah, desa perkebunan rakyat dan desa elayan. Namun ada juga desa yang mengadakan usaha spesifik misalnya desa penghasil buah-buahan, desa industri kapur, genting, desa kerajinan tangan dan sebagainya. Tetapi satu cirri yang mereka memiliki banyak biasanya masih ada (Tjondronegoro, 1999:19).
Desa-desa yang memiliki usaha spesifik sebagaimana disebutkan diatas jumlahnya sangat sedikit, karena pada umumnya desa-desa di Indonesia berada dalam sector pertanian. Salah satu desa yang tergolong dalam desa pemilik usaha spesifik adalah desa pertambangan. Jumlah desa yang bergerak dalam bidang pertambangan di Indonesia memang sangat sedikit, hal ini karena potensi sumber daya alam berupa bahan galian tambang hanya tersebar pada daerah-daerah tertentu saja. Sehingga tidak semua daerah sumber daya alamnya dapat dijadikan sebagai bahan galian tambang.
Pertambangan pada hakikatnya merupakan upaya pengembangan sumber daya alam mineral dan energi yang potensisal untuk dimanfaatkan secara hemat dan optimal bagi kepentingan dan kemakmuran rakyat, melalui serangkaian kegiatan eksplorasi, pengusahaan, dan pemanfaatan  hasil tambang. Upaya tersebut bertumpu pada pendayagunaan berbagai sumber daya, tertutama sumber daya alam mineral dan energi, didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologiserta kemampuan manajemen (Ruchiyat, 1980: 162).
Pengolahan dalam bidang pertambangan berbeda halnya dengan pertanian yang ditentukan oleh musim. Selama sumber bahan galian masih tersedia di alam maka eksploitasi terhadap sumber daya alam tersebut terus dilakukan. Oleh karena itu etika lingkungan sangat diperlukan sebagai pengendali dalam pelaksanaan kegiatan pertambangan. Etika lingkungan merupakan petunjuk atau perilaku praktis manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan. Melalui etika lingkungan, kita tidak saja mengimbngi hak dengan kewajiban terhadap lingkungan tetapi etika lingkungan juga membatasi tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam bata kepentingan hidup kita (Soerjani, 1987 : 15).

Penambangan Batu Kapur di Desa Citatah Padalarang
Kegiatan penambangan di desa citatah telah dilakukan oleh masyarakat setempat sejak puluhan tahun ayang lalu . dalam perkembanganya selama masa repelita. Penambangan batu kapur di desa citatah mengalami peningkatan cukup pesat. Hal ini tidak terlepas dari peran ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan sejak tahun 1974 mulai digunakan teknologi baru dalam kegiatan penambangan semakin hal tersebut berdampak pada peningkatan jumlah hasil produksi tambang yang semakin besar selain itu pembangunan industry yang mengolah hasil tambang banyak berdiri .
Penambangan batu kapur di desa citatah pada umumnya dilakukan oleh pengusaha – pengusaha kecil yang berasal dari daerah setempat. Sehingga dalam pelaksaannya telah banyak melibatkan masyarakat sekitar. Perkembangan pertambangan batu kapur di desa citatah salah satunya ditandai dengan banyaknya jumlah pengusaha yang melakukan penambangan dalam buku yang berjudul kehadiran PP No. 37 tahun 1987. Dijelaskan bahwa banyaknya pengusaha yang melakukan penambangan di desa citatah memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat hal ini karena mengingat tenaga kerja yang terserap sebagaian besar berpendidikan rendan dan bergolongan miskin. Maka usaha pertambangan bahan galian golongan c mempunnyai peranan yang sangat penting ketika sulit mencari pekerjaan sector pertambangan ini memberi kemungkinan kearah penciptaan lapangan kerja.
Selain berdampak terhadap penyediaan langan kerja. Adanya kegiatan pertambangan juga berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat sebagai akibat dari hasilnya masyarakat perusahaan pertambangan dalam hal ini yang dimaksud dengan masyarakat perusahaan pertambangan adalah para pengusaha atau perkerja yang datang dari luat daerah. Meskipun jumlah masyarakat perusahaan perambangan di desa citatah hanya minoritas tetapi membawa pengaruh yang cukup besar terhadap masyarakat terutama dalam gaya hidup masyarakat terhadap masyarakat penambangan ini telah menimbulkan terjadinya interaksi yang cukup banyak dengan mayarakat perusahaan pertambangan tersebut. Sehingga masuknya pengaruh budaya dari luarpun cukup besar.

Beberapa perusahaan telah banyak mendapatkan predikat proper hijau, salah satu diantaranya yang penulis ketahui adalah PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) .  Perusahaan tambang tembaga yang terletak di Kabupaten Sumbawa Barat, NTB ini telah mendapatkan penghargaan proper hijau sebanyak enam kali sejak tahun 2002 dan lima kali diantaranya diterima secara berturut-turut. PT NNT sendiri melakukan proses reklamasi secara bertahap yakni penanaman kembali hutan yang telah terpakai secara bersamaan dengan proses pertambangan, tidak menunggu proses pertambangan selesai. Dengan mekanisme ini proses reklamasi akan sangat mudah terpantau dan akan berjalan lebih cepat terlaksana jika dibandingkan degan menunggu proses penambangan ditutup seperti yang dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan lain.
Belajar dari perusahaan-perusahaan tambang yang mampu menyeimbangkan antara aktivitas perambahan hutan dan penghijauan hutan kembali, seperti PT NNT maka Proses pengolahan lingkungan yang sesuai dengan standar dan peraturan yang berlaku adalah hal yang perlu ditingkatkan  dan menjadi tiitk berat dalam menyikapi pengelolaan tambang dan lingkungan. Hal ini dikarenakan disatu sisi kelestarian lingkungan adalah hal yang wajib dijaga dan di sisi lain industri tambang adalah sebuah kebutuhan yang harus terpenuhi. Sedangkan untuk memonitoring ini semua tidak hanya dari pemerintah sebagai regulator namun juga dari kita, masyarakat sipil, yang memiliki hak untuk menyampaikan pendapat dan fakta dilapangan.
Ref : http://www.anakui.com/2012/11/26/industri-pertambangan-haruskah-masih-merusak-lingkungan/

0 komentar:

Posting Komentar