Jumat, 12 Desember 2014

CONTOH KASUS AMDAL (DAMPAK LINGKUNGAN) DIINDONESIA.




Pelaku usaha dan pemerintah daerah dinilai masih mengabaikan masalah lingkungan.Hal ini terlihat dari masih adanya kawasan industri di Semarang yang beroperasi tanpa terlebihdahulu memenuhi kewajiban studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Selain itu,sejumlah industri di Semarang juga masih banyak yang belum secara rutin, yaitu enam bulansekali, menyampaikan laporan kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah(Bapedalda) Semarang.“Kalau sebuah kawasan industri sudah beroperasi sebelum melakukan studi Amdal,
 
Bapedalda tidak bisa berbuat apa -apa. Kami paling hanya bisa mengimbau, tapi tidak ada tindakan apa pun yang bisa kami lakukan. Terus terang, Bapedalda adalah instansi yang mandul,”kata Mohammad Wahyudin, Kepala Sub-Bidang Amdal, Bapedalda Semarang,Kamis(1/8), di Semarang. Wahyudin menceritakan, kawasan industri di Jalan Gatot Subroto,Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, misalnya, sejak beroperasi dua tahun lalu hingga saat inibelum mempunyai Amdal.Padahal, menurut Wahyudin, salah satu syarat agar sebuah kawasan industri bisaberoperasi ialah dipenuhinya kewajiban melaksanakan studi Amdal. “Bapedalda berkali -kalimenelpon pengelola kawasan industri tersebut, menanyakan kelengkapan dokumen Amdalmereka. Namun, sampai sekarang, jangankan memperoleh jawaban berupa kesiapan membuatstudi Amdal, bertemu pemilik kawasan itu saja belum pernah, ujarnya. Wahyudin menyayangkan sikap pihak berwenang yang tetap memberikan izinkepada suatu usaha industri atau kawasan industri untuk beroperasi walau belum menjalankanstudi Amdal. Menurut dia, hal ini merupakan bukti bahwa bukan saja pengusaha yang tidak peduli terhadap masalah lingkungan, melainkan juga pemerintah daerah. Sikap tidak peduliterhadap masalah lingkungan juga ditunjukkan sejumlah pemilik usaha industri ataupunkawasan industri dengan tidak menyampaikan laporan rutin enam bulan sekali kepadaBapedalda. Wahyudin mengatakan, kawasan industri di Terboyo, misalnya, tidak pernahmenyampaikan laporan perkembangan usahanya, terutama yang diperkirakan berdampak pada lingkungan, kepada Bapedalda. Hal serupa juga dilakukan pengelola lingkungan industri kecil(LIK) di Bugangan Baru. Keadaan tersebut, menurut Wahyudin, mengakibatkan Bapedalda tidak bisa mengetahui perkembangan di kedua kawasan industri tersebut.Padahal, perkembangan sebuah kawasan industry sangat perlu diketahui olehBapedalda agar instansi tersebut dapat memprediksi kemungkinan pencemaran yang bisaterjadi. Ia menambahkan, industri kecil, seperti industri mebel, sebenarnya berpotensimenimbulkan pencemaran lingkungan. Namun, selama ini, orang terlalu sering hanyamenyoroti industry berskala besar.

Pendapat saya :
Setelah saya membaca artikel diatas, baru saya tahu bahwa pelaksanaan studi Amdal di Indonesia masih diabaikan. Bukan saja para pengusaha yang mengabaikannya tetapi pemerintah daerah juga. Kasus diatas merupakan salah satu pelanggaran Amdal yang seharusnya mendapat hukuman sesuai dengan UU dan PP tentang Lingkungan Hidup, tetapi tidak diperhatikan oleh pemerintah daerah. Karena pemerintah daerah mungkin terlalu sibuk untuk mengurusi hal tersebut. Tetapi pemerintah daerah sangat berperan aktif dalam proses pembangunan industri yang ada dan merekalah yang menentukan baik buruknya suatu lingkungan yang merekkka tinggali.
 
Menurut saya, pemerintah daerah harus lebih memperhatikan hal ini. Setiap perusahaan yang mau melaksanakan kegiatan proyek atau usahanya harus melakukan studi Amdal lewat Bapedalda dan pemkarsa Amdal. Juga bagi para pemilik perusahaan yang maumelaksanakan kegiatan proyek harus sadar akan pentingnya AMDAL, agar kegiatan tidak mengganggu lingkungan sekitar.Masyarakat sekitar perusahaan juga harus berupaya untuk turut ikut sertadalam kegiatan Amdal yang dilakukan, karena ini akan menjamin keselamatan danterpeliharanya lingkungan sekitar itu.

Ref : http://www.academia.edu/4794126/CONTOH_DAN_ANALISIS_CSR

0 komentar:

Posting Komentar