Pelaku usaha
dan pemerintah daerah dinilai masih mengabaikan masalah lingkungan.Hal ini terlihat dari masih adanya
kawasan industri di Semarang yang beroperasi tanpa terlebihdahulu memenuhi
kewajiban studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Selain
itu,sejumlah industri di Semarang juga masih banyak yang belum secara rutin,
yaitu enam bulansekali, menyampaikan laporan
kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah(Bapedalda) Semarang.“Kalau sebuah kawasan
industri sudah beroperasi sebelum melakukan studi Amdal,
Bapedalda tidak
bisa berbuat apa -apa. Kami paling hanya bisa mengimbau, tapi tidak ada
tindakan apa pun yang bisa kami lakukan. Terus terang, Bapedalda adalah
instansi yang mandul,”kata Mohammad Wahyudin, Kepala Sub-Bidang Amdal,
Bapedalda Semarang,Kamis(1/8),
di Semarang. Wahyudin menceritakan, kawasan industri di Jalan Gatot
Subroto,Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, misalnya, sejak beroperasi dua tahun
lalu hingga saat inibelum mempunyai
Amdal.Padahal, menurut Wahyudin, salah satu syarat agar sebuah kawasan industri
bisaberoperasi ialah dipenuhinya kewajiban melaksanakan studi Amdal.
“Bapedalda berkali -kalimenelpon pengelola
kawasan industri tersebut, menanyakan kelengkapan dokumen Amdalmereka.
Namun, sampai sekarang, jangankan memperoleh jawaban berupa kesiapan
membuatstudi Amdal, bertemu pemilik kawasan itu saja belum pernah,
ujarnya. Wahyudin menyayangkan sikap pihak berwenang yang tetap memberikan
izinkepada suatu usaha industri atau kawasan industri untuk beroperasi walau
belum menjalankanstudi Amdal. Menurut dia,
hal ini merupakan bukti bahwa bukan saja pengusaha yang tidak peduli
terhadap masalah lingkungan, melainkan juga pemerintah daerah. Sikap tidak
peduliterhadap masalah lingkungan juga
ditunjukkan sejumlah pemilik usaha industri ataupunkawasan industri dengan tidak menyampaikan laporan
rutin enam bulan sekali kepadaBapedalda. Wahyudin
mengatakan, kawasan industri di Terboyo, misalnya, tidak pernahmenyampaikan
laporan perkembangan usahanya, terutama yang diperkirakan berdampak
pada lingkungan, kepada Bapedalda. Hal serupa juga dilakukan pengelola
lingkungan industri kecil(LIK) di Bugangan
Baru. Keadaan tersebut, menurut Wahyudin, mengakibatkan Bapedalda tidak
bisa mengetahui perkembangan di kedua kawasan industri tersebut.Padahal, perkembangan sebuah kawasan industry
sangat perlu diketahui olehBapedalda
agar instansi tersebut dapat memprediksi kemungkinan pencemaran yang bisaterjadi. Ia menambahkan, industri kecil, seperti
industri mebel, sebenarnya berpotensimenimbulkan pencemaran lingkungan. Namun,
selama ini, orang terlalu sering hanyamenyoroti industry berskala besar.
Pendapat saya :
Setelah saya
membaca artikel diatas, baru saya tahu bahwa pelaksanaan studi Amdal di Indonesia masih
diabaikan. Bukan saja para pengusaha yang mengabaikannya tetapi pemerintah daerah juga. Kasus diatas merupakan
salah satu pelanggaran Amdal yang
seharusnya mendapat hukuman sesuai dengan UU dan PP tentang Lingkungan
Hidup, tetapi tidak diperhatikan oleh pemerintah daerah. Karena pemerintah
daerah mungkin terlalu sibuk untuk mengurusi hal tersebut. Tetapi pemerintah
daerah sangat berperan aktif dalam proses pembangunan industri yang ada dan
merekalah yang menentukan baik buruknya suatu lingkungan yang merekkka
tinggali.
Menurut saya, pemerintah daerah
harus lebih memperhatikan hal ini. Setiap perusahaan yang mau melaksanakan
kegiatan proyek atau usahanya harus melakukan studi Amdal lewat Bapedalda
dan pemkarsa Amdal. Juga bagi para pemilik perusahaan yang maumelaksanakan kegiatan proyek harus sadar akan
pentingnya AMDAL, agar kegiatan tidak mengganggu lingkungan
sekitar.Masyarakat sekitar perusahaan juga
harus berupaya untuk turut ikut sertadalam
kegiatan Amdal yang dilakukan, karena ini akan menjamin keselamatan danterpeliharanya
lingkungan sekitar itu.
Ref : http://www.academia.edu/4794126/CONTOH_DAN_ANALISIS_CSR
0 komentar:
Posting Komentar